Selasa, 28 Juni 2011

MAKALAH HUKUM TATA GUNA TANAH


BAB I
PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang
            Pembaruan agraria sebagai suatu isu, bersifat kompleks dan multidimensi dan oleh karena itu pendefinisiannya tidaklah sederhana. Namun demikian, tanpa bermaksud mnyederhanakan kompleksitas permasalahannya, Pembaruan Landreform pada intinya meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.                  suatu proses yang berkesinambungan artinya dilaksanakan  dalam satu Kerangka waktu , tetapi selama tujuan Pembaruan Agraria belum tercapai Pembaruan Agraria terus diupayakan;
2.                  berkenaan dengan rektrukturisasi pemilikan/penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan;
3.                  dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian hukum dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah dan pemanfaatan sumber daya alam, serta terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Hal ini didukung dengan perubahan kebijakan pertanahan (prorakyat menjadi prokapital) yang terbukti semakin menjauh dari perwujudan pemertaan hasil pembangunan, dan hal itu berarti bahwa semakin sulit untuk mewujudkan keadilan sosial.
           

Berbagai fenomena yang mendukung hal tersebut diatas adalah :
1.         Tanah difungsikan sebagai akumulasi modal yang berakibat terhadap terpinggirkannya hak-hak pemilik tanah pertanian.
2.         seiring dengan perkembangan kapitalisme, nilai tanah hanya dilihat berdasarkan nilai ekonomisnya saja, nilai-nilai non ekonomis menjadi terabaikan.
3.         Perubahan fungsi tanah; tanah sebagai salah satu faktor produksi utama menjadi sarana investasi dan alat spekulasi/akumulasi modal.
4.         Globalisasi ekonomi mendorong kebijakan pertanahan yang semakin adaptif terhadap mekanisme pasar; namun belum diikuti dengan penguasaan akses rakyat dan masyarakat hukum adat/tradisional/lokal terhadap perolehan dan pemanfaatan tanah.
            Kesalahan utama yang dilakukan oleh  rezim Orde Baru adalah bahwa tanah tidak diperhitungkan sebagai strategi pembangunan, akan tetapi hanya dijadilan obyek untuk berlangsungnya berbagai kegiatan pembangunan. Kebijakan yang propertumbuhan tersebut diatas telah menimbulkan berbagai dampak antara lain:[1]
1)      Tanah semakin langka dan mundur kualitasnya.
2)      Konflik penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk tanah, baik yang bersifat struktural maupun horizontal semakin tajam dan menbingkat kuantitasnya.
Berbagai faktor yang menjadi akar masalah dalam berbagai konflik tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a)      Struktur pemerintahan yang sentralistik mempermudah berlakunya penafsiran tunggal untuk kepentingan rezim yang berkuasa;
b)      Kelembagaan yang ada tidak mampu mendukung tegaknya asas-asas penyelenggaraan negara yang baik dan bersih;
c)      Pasal 33  ayat (3) UUD 1945 ditafsirkan secara longgar dan dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai undang-undang sektoral yang saling tumpang tindih dengan segala akibatnya;
d)      Tidak adanya kemauan untuk mengakomodasi pluralisme hukum yang berlaku dalam masyarakat(hukum positifvshukum adat)
e)      Lebih menghargai formalitas ketimbang substansi (pengingkaran hak masyarakat adat/lokal dan mereka yang tidak dapat menunjukkan alat bukti hak);
f)        Budaya hukum yang tidak mengutamakan harmoni, tetapi bersifat mempertentangkan (pihak kuat vs lemah, pihak yang berkuasa vs rakyat kecil, desa vs kota, dan sebagainya) dengan segala dampaknya.
3)      Kemiskinan dan semakin terbatasnya lapangan kerja, yang antara lain  disebabkan karena alih fungsi tanah, utamanya tanah pertanian, untuk penggunaan nonpertanian (industri, perumahan, jasa/pariwisata, infrastruktur, dal lain-lain).
4)      Semakin timpangnya akses terhadap perolehan dan pemanfaatan tanah/sumber daya alam, karena perbedaan akses modal dan akses politik.
5)      Semakin terdesaknya hak-hak masyarakat adat/masyarakat lokal terhadap sumber daya alam yang menjadi ruang hidup (Lebensraum)-nya, baik karena diambil alih secara formal oleh pihak lain (dengan atau tanpa ganti kerugian yang memadai) atau karena tidak diakuinya (secara langsung atau tidak langsung) hak-hak masyarakat adat /masyarakat lokal atas sumber daya alam termasuk tanah oleh negara. Ironisnya disisi lain, tanah dalam skala besar yang dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat banyak yang terlantar atau ditelantarkan.[2]

B.   PERMASALAHAN MASALAH
            Dari latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1.   Bagaimanakah Pengertian Landreform itu.
2.   Bagaimanakah Pelaksanaan Landreform di Indonesia.

C.   TUJUAN MAKALAH
1.    Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai konsep Landreform
       di Indonesia.
2.    Untuk menambah wawasan dan memberikan kontribusi bagi mahasiswa
       fakultas Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar