Kamis, 02 Juni 2011

HUKUM PERDATA

BAB I

PENDAHULUAN


1. ARTI DAN PRINSIP PEMBUKTIAN

            Salah satu tugas hakim adalah menyelidiki suatu hubungan hokum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatui perkara. Apabila penggugat tidak berhasil mebuktikan dalil-dalilnya maka gugatannya akan ditolak. Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya, sebab dalil yang tidak disangkal dan diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat harus membuktikan saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara yang akan menentukan siapa pihak-pihak yang akan diwajibkan memberikan bukti. Dalam hal ini hakim harus bertindak bijaksana, tidak boleh berat sebelah. Ada hal lain yang tidak perlu dibuktikan yaitu hal-hal yang telah diketahui khalayak ramai atau disebut fakta notoir.
            Dalam hukum acara pidana seseorang tidak dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan bukti-bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Hukum acara perdata untuk memenangkan seseorang tidak perlu adanya keyakinan hakim yang penting adalah adanya bukti-bukti yang sah, dan berdasarkan bukti tersebut hakim akan mengambil keputusan siapa yang menang dan siapa yang kalah juga disebut dengan kebenaran formil.
A. Lima macam alat bukti yang dapat diajukan dalam persidangan :
1. bukti surat
2. bukti saksi
3. persangkaan
4. pengakuan
5. sumpahan
Dalam praktek masih terdapat satu macam alat bukti yaitu pengetahuan hakim.

1
BAB II
ALAT-ALAT BUKTI
1. BUKTI SURAT
            Pengertian dan kedudukan surat biasa, akta otentik dan akta dibawah tangan. Pasal 137 H.I.R berbunyi : ” Kedua belah pihak boleh timbal balik menuntut melihat surat keterangan lawannya yang untuk maksud itu diserahkan kepada hakim. Pasal 138 H.I.R mengatur bagaimana cara bertindak apabila salah satu pihak menyangkal keabsahan dari surat bukti yang diajukan oleh pihak lawan. Apabila terjadi demikian maka pengadilan negri wajib mengadakan pemeriksaan khusus mengenai hal tersebut. Apabila surat tersebut palsu atau dipalsukan oleh orang yang masih hidup maka surat tersebut dikirimkan kepada jaksa untuk dilaksanakan penuntutan sebagaimana mestinya . Apabila terjadi hal itu pemeriksaan perkara perdata untuk sementara ditangguhkan sampai pidananya diputus. Hukum acara perdata mengenal tiga macam surat yaitu :
a. surat biasa
b. akta otentik
c. akta dibawah tangan.
Perbedaan dari ketiga macam surat ini adalah tergantung dari cara pembuatannya.
a. surat biasa ; dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti. Misal : surat cinta,
    surat yang berhubunganh dengan korespondensi dagang dan sebagainya.
b. akta otentik ; yaitu surat yang diperbuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang
     berkuasa akan membuatnya. Pegawai umum yang dimaksud disini adalah notaris,
     hakim, jurusita, pegawai catatan sipil dan sebagainya.
c. akta dibawah tangan adalah akta yang tidak dibuat secara demikian tadi. Misal : surat
    perjanjian hutang piutang, surat perjanjian sewa menyewa, kwitansi dan sebagainya.






2
Akta otentik mempunyai kekuatan bukti formil dan materiil. Formilnya yaitu bahwa benar para pihak sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta itu. Materiilnya yaitu bahwa apa yang diterangkan tadi adalah benar.
Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan :
a. kekuatan pembuktian formil.
    membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis
    dalam akta tersebut.
b. kekuatan pembuktian materiil.
    membuktikan antara para pihak bahwa benar-benar peristiwa yabng tersebut dalam
    akta itu telah terjadi.
c. kekuatan mengikat.
    Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam
    akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan  
    menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.

2. BUKTI SAKSI-SAKSI
            Dalam hukum acara perdata pembuktian dengan saksi sangat penting artinya, terutama untuk perjanjian-perjanjian hukum adat. Dalam hukum adat ada dua macam saksi, yaitu saksi yang secara kebetulan melihat, mendengar sendiri, menyaksikan perbuatan hukum tersebut. Saksi yang diperiksa harus bersumpah menurut menurut kepercayaannya atau berjanji ia akan menerangkan yang sebenarnya. Apabila ia memberikan keterangan palsu dapat dituntut dan dihukum menurut pasal 242 ( KUH pidana ). Siapa yang dapat dijadikan saksi ? pasal 145 H.I.R memberikan jawabannya :
1. yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah :
a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu
    pihak ;
b. suami atau isteri salah satu pihak, meskipun telah bercerai ;
c. anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur
    lima belas tahun ;
d. orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang.
3
3. PERSANGKAAN-PERSANGKAAN
            Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dalam suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal, kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Persangkaan menurut hukum acara perdata dibagi menjadi dua :
1. Persangkaan menurut hakim.
2. Persangkaan menurut undang-undang.

1. Persangkaan menurut hakim
            Persangkaan hakim mempunyai kekuatan bukti bebas. Dengan lain perkataan terserah kepada penilaian hakim yang bersangkutan. Misalnya pihak yang bersangkutan meskipun berkali-kali diperintahkan untuk menghaturkan pembukuan perusahaannya ia tidak memenuhi perintah tersebut, dapat menimbulkan persangkaan hakim bahwa ia tidak beres.
2. Persangkaan undang-undang
Persangkaan undang-undang ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Persangkaan undang-undang tersebut dalam hukum acara perdata dianggap sebagai bahan perbandingan saja. Dalam prakteknya persangkaan hakim atau persangkaan undang-undang banyak dipergunakan.

4. PENGAKUAN
            Diatur dalam pasal 174, 175, 176 H.I.R sesungguhnya kurang tepat kalau pengakuan itu sebagai alat bukti karena apabila dalil salah satu pihak telah diakui oleh pihak lain , lawannya maka dalil tersebut tidak usah dibuktikan lagi. Ada dua macam pengakuan dalam hukum acara perdata :
1. pengakuan yang dilakukan didepan sidang.
2. pengakuan yang dilakukan diluar persidangan.
Untuk pengakuan yang dilakukan didepan sidang baik yang diberikan oleh yang bersangkutan sendiri ataupun melalui kuasanya merupakan bukti yang sempurna dan mengikat.
4
Hal itu berarti bahwa hakim harus menganggap bahwa dalil-dalil yang telah diakui itu benar, meskipun belum tentu benar. Sedangkan mengenai pengakuan diluar sidang perihal penilaian terhadap kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, atau dengan perkataan lain bukti bebas. Dalam hukum acara perdata dikenal pula pengakuan berembel-embel ada dua macam ialah :
1. pengakuan dengan klausula.
misalnya : benar saya berhutang akan tetapi hutang tersebut sudah saya bayar. Benar saya membelinya dan pula barangnya sudah saya terima, akan tetapi saya sudah membayarnya harga barang tersebut.
2. pengakuan dengan kualifilasi.
Misalnya : benar saya membelinya akan tetapi setelah dicoba dan saya setuju ( disini ada syarat tangguh ). Pengakuan dengan kualifikasi ini menunjukan  hubungan hukum antara kedua belah pihak daripada yang menjadi dasar gugat.

5. BUKTI SUMPAH
            Dalam pasal 155, 156, 158, dan 177 H.I.R berbeda dengan hukum pidana yang tidak mengenal sumpah sebagai bukti, dalam hukum acara perdata sumpah merupakan alat bukti yang cukup penting. Yang disumpah adalah salah satu pihak, penggugat atau tergugat.
Ada beberapa macam  sumpah yaitu :
a. sumpah yang dibebankan oleh hakim ( suplletoir ) adalah sumpah yang diberikan oleh
    hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian
    peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya.
b. sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan ( decisoir )adalah sumpah yang
    dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya.





5















   












 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar